Tuesday, December 29, 2020

Deep Discussion Before Married

Tak kenal maka tak sayang, lebih tepatnya tak kenal maka tak yaqien dong buat mengajak ke pelaminan. Terus gimana caranya biar yakin, mantap dan teguh saat membuat keputusan bahwa "he/ she is the one?". Tentu saja dengan diskusi mengenai banyak hal, mulai dari value masing-masing sampai harapan kedepannya nanti ingin seperti apa.

Sebelum ngelist daftar pertanyaan buat diskusi bareng si Calon, semua bahan diskusi ini didapatkan dari resume-resume seminar pra-nikah, bertanya ke beberapa teman diskusi dan coba gali sendiri sesuai dengan kebutuhan diskusi kami saat itu. Jadi bagi teman-teman yang sekarang sedang membaca, mungkin ada beberapa pertanyaan yang sifatnya opsional karena semua kembali lagi ke kebutuhan masing-masing pasangan. Semoga list pertanyaan ini bisa membantu kamu buat lebih kenal dengan pasangan dan kedepannya bisa meminimalisir "kekagetan" ketika sudah naik level saat menjadi pasangan halal.

Selain itu agar informasi semakin objektif dan valid, ada beberapa narasumber yang disarankan untuk juga diwawancarai:

Bahan diskusi langsung dengan Calon

Bertujuan untuk saling share sudut pandang, value, cara berpikir dan win-win solution jika dirasa ada hal yang bersebrangan. Hal yang harus dibold adalah semua pertanyaan harus dijawab dengan konkret dan firm.

  1. Setelah menikah, harapan Suami terhadap aktifitas Istri seperti apa? (Bekerja di luar/ usaha dari rumah/ full IRT, dll).
  2. Setelah menikah, manajemen keuangan seperti apa? Siapa yang pegang uang? (Full Istri/ full Suami/ masing-masing jika keduanya bekerja, dll).
  3. Siapa yang cover kebutuhan finansial keluarga? (Full Suami/ berdua/ Full Istri, dll).
  4. Setelah menikah, tinggal dimana dan apakah akan mandiri/ bareng anggota keluarga lain? (Kost/ Kontrakan/ Apartment/ Rumah sendiri/ Rumah Ortu).
  5. Setelah menikah, langsung promil atau menunda? Jika menunda menggunakan KB apa?
  6. Setelah menikah, berencana punya anak berapa dan jarak usia antar anak berapa lama?
  7. Rencana dan harapan masing-masing mengenai ASI eksklusif bagi anak.
  8. Batas privacy antara Suami Istri? (Handphone, medsos, password atm/ mobile banking, dll).
  9. Pola asuh orangtua masing-masing (akan menggambarkan bagaimana pola asuh si Calon ke anak nanti, gaya komunikasi dengan pasangan & anak, cara menyelesaikan masalah, menggali potensi anak, dll).
  10. Rencana pola pengasuhan pada anak kedepannya.
  11. Kondisi kesehatan masing-masing terkait kondisi fisik dan penyakit turunan.
  12. Orientasi seksual (tabu tapi penting, melihat teman sendiri ada yang miss disini ketika proses taaruf dan ternyata mantan suaminya memiliki orientasi menyimpang).
  13. Penggunaan asuransi setelah menikah.
  14. Terkait usia dan jika sudah memiliki anak. Jika keduanya tidak berkesempatan mendampingi (meninggal), anak akan diasuh oleh orangtua dari pihak siapa?
  15. Rencana masing-masing dalam 5-10 tahun kedepan.
  16. Harapan mengenai pelaksanaan acara pernikahan dari sudut pandang anak & orangtua.
  17. Terkait dengan kepemilikan hutang dari si Calon maupun anggota keluarganya.
  18. Rencana menabung/ investasi setelah menikah.
Informasi via tukar CV
Bermanfaat jika pihak masing-masing orangtua tidak tinggal di daerah yang sama. Sehingga harapannya dapat memberikan informasi yang lebih detail, jelas dan minim miss informasi di awal proses perkenalan.




List pertanyaan untuk orangtua dan sahabat dekat si Calon
Bisa ditanyakan ke orangtua dan saudara, juga sahabat lama dan teman satu kamar di kost dari si Calon jika ada. Bermanfaat untuk menggali informasi yang lebih objektif karena cenderung lebih apa adanya tanpa berusaha membangun branding positif berlebihan.
  1. Terkait kesukaan si Calon (hobi, makanan, dll).
  2. Hal yang tidak disukai si Calon (mengenai apapun).
  3. Bagaimana perilaku si Calon ketika sedang marah.
  4. Kebiasaan baik si Calon.
  5. Kebiasaan buruk si Calon.
  6. Selebihnya bisa diimprove sesuai kebutuhan.
All right, done. Semoga beberapa list pertanyaan diatas bisa memudahkan teman-teman yang sedang berusaha untuk menemukan pasangan halalnya. Penting untuk mengenal dengan dalam sebelum lebih jauh melangkah. Karena selain sayang waktu dan tenaga buat spend time dengan orang yang salah nantinya, gak seru juga lah mau nikah tapi cuma kenal "kulit-kulitnya" doang. Masa lebih deep wawancara kerja yang pasti gak akan seumur hidup juga kita dijalani?

Juga akan lebih mengurangi PR-PR di kehidupan pernikahan nantinya jika kita sudah bisa cut hal-hal yang dirasa kurang sesuai dengan pasangan. Pun jika menemukan ada yang bersebrangan dan memutuskan buat tetap accept hal tersebut sejak sebelum menikah, gak akan bikin kaget-kaget banget juga jadinya nanti karna resiko dan antisipasinya sudah bisa dipersiapkan. It'll be better if you know earlier because you still have chance to leave before you guys go too far.

Hal terakhir, ini personal value sebenernya. Saya tipikal orang yang gak akan mau berkompromi dengan hal-hal urgent yang sifatnya belum pasti. Misal, saya sangat anti dengan rokok, kemudian jika dipertemukan dengan calon yang merokok dan berjanji akan berhenti merokok jika nanti sudah menikah/ memiliki anak, that's still a BIG NO. Lagi-lagi, tujuan dari ngobrol mendalam sebelum nikah adalah juga untuk memaksimalkan waktu nanti agar bisa digunakan sebaik-baiknya dalam proses saling bertumbuh bersama. Bukan untuk menyelesaikan PR-PR a.k.a masalah yang padahal bisa dihindari sejak fase pra-nikah. Gausah takut untuk melepas, must be confident you deserve someone better insyaa Allah. Dengan catatan jangan lupa buat terus upgrade kualitas diri agar kamu bisa menarik bagi dia yang juga sedang berusaha melakukan hal sama :)

Monday, November 16, 2020

Becoming a Wife, will become a Mom

Long time no write here..

Sungguh banyak pengalaman dan pembelajaran baru yang hadir selama 1 tahun kebelakang; mengikhlaskan perpisahan, haru biru karna tak lagi akan rutin berjumpa. Namun juga senyum & tawa karna akan mengucapkan halo pada banyak hal baru di depan. Ending will always lead you to a new beginning.

Need to say good bye dengan teman2 & anak di tempat kerja. Selain karna memang sudah berniat akan jadi full time mom nantinya at least sampai anak lewat 5 tahun, juga dengan pengalaman 'main' dengan anak2 special disana dirasa cukup beresiko jika diberikan kesempatan Allah Swt. untuk mengandung. Pun dengan teman2 di komunitas, yang sudah banyak memfasilitasi diri ini untuk banyak tumbuh dan belajar selama 5 tahun disana. Akhirnya menyadari bahwa diri ini memang sudah harus menyusun ulang skala prioritas untuk nanti di kehidupan setelah pernikahan.

Selama persiapan pra nikah, sungguh merasa Allah Swt. memberikan banyak kemudahan. Mulai dari waktu luang pulang kerja yang bisa dipakai buat datang ke vendor2 pernikahan, merasa simpel dalam memilih vendor2 yang cepet cocoknya, sampai punya temen2 & keluarga yang super support dan akhirnya bisa pengaruh dalam minimalisir budget. Tapi bukan berarti gak ada challange sama sekali, tentu ada tapi lebih ke belajar untuk mengenal diri sendiri lebih jauh. Apakah diri ini sudah bisa menurunkan ego atau masih coba2 cari alasan or data untuk mendukung keidealisan diri. 

Ada 2 pembelajaran yang paling terpatri selama proses menuju pernikahan kemarin;

Pertama, selalu coba menyamakan persepsi atau berusaha konfirmasi terkait informasi/ asumsi (asumsi adalah bahaya haha) jika ada yang dirasa kurang sreg atau bikin gak nyaman dengan calon pasangan. Sebelum meneruskan info/ asumsi tersebut ke pihak keluarga masing2. Karna itu cara yang paling gampang buat merenggangkan hubungan antar 2 keluarga.

Kedua, isunya lebih ke ego. Khususnya ego diri sendiri, dan personally ini yang paling susah buat ditaklukan karna harus bener2 mikir dengan netral dan tentu mendalam. Idealis diri kemarin adalah mengenai tempat tinggal yang sangat diusahakan harus cuma berdua. Dengan latar belakang data yakni, "Awal nikah akan butuh waktu untuk kenalan dan adaptasi, gak menutup kemungkinan pasti ada konflik yang muncul. Aku gak mau kemudian ada orang lain yang tau kalo kita lagi berkonflik dan bikin vibes kurang positif di rumah. Ruang gerak juga jadi lebih terbatas, pacaran kan gak cuma di kamar. Misal rejeki langsung punya anak, khawatir belum maksimal memberikan kasih sayang ke suami karna kalo udah punya anak pasti akan sangat terbagi fokus dan intensitas qtimenya. I mean like misal udah nikah 2 tahun, akan lebih ideal buat kita masing2 jika memang gak bisa berdua lagi aja di rumah. Karna udah lebih saling kenal & lebih maksimal qtimenya di awal nikah."

In the end setelah coba cari sudut pandang lain dari beberapa teman yang sudah terjun duluan, ternyata sadar kalo semua argumen tadi emang totally cuma ego diri sendiri. Gak kepikiran kalo ada di posisi Mama (ibu Mas Don). Anak perempuan satu2nya gak pernah pisah jauh, tau2 mau merantau kuliah di Jakarta. Satu kota sama kakaknya tapi gak boleh tinggal bareng biar lebih aman. Juga baru lebih ngeh pasti Dini (adik Mas Don) akan lebih kondusif kalo ada problem atau challange dari luar karna ada kita berdua yang bisa kasih sudut pandang lebih matang, dibanding nanya temen atau sendirian di kosan yang belom tentu bisa kasih solusi. Pas nyadar ternyata diri ini masih gede egonya, cuma bisa coba menerima sambil tersedu2, ternyata aku belum cukup baik selama ini. Huhu.

Selanjutnya mengenai kehidupan pasca nikah, wow sungguh terguyur banyak pelajaran baru. Khususnya mengenai habit diri sendiri yang cukup tertantang di awal dengan proses transisinya. Mungkin kalo dari sebelum nikah udah punya kebiasaan hectic di rumah, gak akan ada challange berarti. Tapi nyatanya karna sebelum nikah kalo pulang kerja langsung introvert time di kamar, sesibuk2nya paling nyiapin bekel sendiri tiap pagi sama nyapu ngepel kadang2, nyuci baju2 gede taro laundry kiloan. Tiap hari tinggal makan karna ada Mba Supri yang udah masak. Weekend kalo lagi gak keluar, tentu saja totalitas leyeh2. Dan.. sungguh kaget dong karna ternyata 2 minggu awal nikah ngerasa istirahat itu cuma saat sholat, mandi, tidur dan di tempat kerja wkwk. Malah pernah gak sengaja alam bawah berlisan "Alhamdulillah.," pas duduk di motor mau berangkat kerja bareng Mas Don haha, harusnya kan pas udah nyampe.. Jadi mayu aku :3

Tapi seiring berjalannya waktu, bener2 bisa terbiasa ternyata. Walau awal2 pernah beberapa kali meneteskan air mata karna ngerasa capek abis masak. Wqwq lawak parah.. Tapi karna Mas Don itu super peka gak cuma tentang cuaca tapi juga perasaan orang, jadi gak perlu banyak effort buat speak up dan merasa didengarkan. Lagi muka datar aja suka dikira lagi kenapa2, padahal emang template komuknya gini :p

Now let's talk about sensitive question after marriage, "Udah isi belom?"

Kenapa bisa sensitif? Tadinya sebelum nikah cuma tau & paham, tapi gak tau dengan detail gimana sih rasanya kalo ditanya gitu. Seberat itukah rasanya? And the answer is, "Yes, indeed".  Terlepas apapun alasan nanya, either emang peduli atau cuma mau tau. It's still not appropriate to ask. Kita gak pernah tau gimana cerita dan perasaan orang yang ditanya. They also confuse and don't know what to answer, dan yang pasti feel worry about their body. Is there something wrong with me? And suddenly you help them to remember about it, again and again.

Alhamdulillah ayah, ibu, keluarga besar dari aku & Mas Don gak ada yang model rese suka nanya2, we understand that each of us has our own privacy. Pun sempet ada temen 2 orang yang nanya, yang mana akhirnya berujung pada teguran halus dari aku. Diikuti dengan kabar baik setelahnya. Entah sih, ngerasa habit semacam ini perlu dibasmi karna selain gak baik buat kesehatan mental juga bikin hubungan yang tadinya baik jadi gak se-respect sebelumnya. Pengalaman sendiri yang sempet belum rejeki di 3 bulan awal, sempet kepikiran 'Kenapa ya? Apa karna aku obese, apa ini apa itu.' Tapi berhub agak cuek orangnya, lepas bulan pertama udah lebih let it go dan ikhlas dengan apapun yang mau Allah Swt. berikan. Toh juga baca2 referensi, we need to worry if we passed 1 year already. Dan ternyata, rencana Allah Swt. memang selalu yang paling ideal :)

Ngomong2 mengenai persiapan punya anak pertama, hmm sebenarnya masih merasa kurang maksimal di area kondisi fisik karna belum rajin banget work out di rumah. Walaupun setiap visit obgyn selalu normal dan aman. Well, akhir bulan ini sudah bertekad menjadi batas waktu akhir buat mager work out. Sejauh ini persiapan yang paling seru adalah... bikin jadwal harian anak yang menurutku udah cukup efisien & maksimal buat nanti, khususnya kalo lagi ada waktu luang. Karna sejauh mengenal diri sendiri ini adalah model yang akan lebih rajin dan semangat kalo punya jadwal kegiatan yang rapih & detail.


Insyaa Allah kalo diniatin dengan rapih, nanti bisa lebih maksimal dampaknya ke perkembangan anak, khususnya di fase golden age si anak juga nanti. Oiya, ini juga salah satu bentuk ikhtiar biar anak bener2 gak terpapar screen time dari gadget at least sampai usianya 2 tahun (kalo bisa sebenernya mau sampe 5 tahun haha). We'll see gimana eksekusinya nanti. Semoga kalo sudah paham urgensi dan manfaat tiap stimulus positif untuk anak, bisa lebih gigih dan rajin buat terus main & belajar bareng anak nantinya. Aamiin..

Last one, kisah cerita selama masa kehamilan.. Alhamdulillah gak ada tantangan yang cukup berarti sejauh ini seperti keluhan2 kehamilan pada umumnya, semuanya terasa sangat lancar dan dimudahkan. Gak ada morning sickness, muka jerawatan, gerah, nyeri2 badan, dll. Tiap cek dokter juga selalu baik kondisinya, dokternya bilang emang ada beberapa kehamilan yang gak punya keluhan apa2. Jadi harapannya ketika nanti sudah lebih serius work out dan belajar nafas, di hari H semua bisa dimudahkan pula agar semua prosesnya bisa sesuai harapan. 

Terima kasih banyak buat suamiku paling kusayang. Karna udah selalu jagain kita, make sure aku senang & selalu berhasil buat aku ketawa2 terus di rumah. We both feel so grateful to have you ❤😘