Wednesday, February 17, 2021

Saling Berempati di Kala Pandemi

Teruntuk kamu yang mungkin sedang berada di fase gak mudah saat ini; 

Entah dalam hal kesehatan, keuangan, atau hal lain dimana cuma kamu yang paham bagaimana rasanya. Yuk kita sama-sama berdoa semoga ini segera berlalu. Kamu boleh merasa bingung, sedih, kecewa, bahkan menangis untuk coba berdamai dengan ini. Tapi jangan berlarut-larut ya, karena solusi masih jauh shareloc-nya jika kamu belum coba bangkit dan tepuk pundak sendiri sambil bilang "I deserve to be a stronger person after this. Aku bisa lewati ini semua insyaa Allah. Ujian gak pernah salah pilih pundak, yok bisa yok!".

Biarkanlah orang lain hidup dengan caranya sendiri, kita tidak akan pernah bisa tahu apalagi paham tentang proses hidup seseorang secara utuh hanya dari 15 detik ig storynya, pun beberapa foto di feed instagramnya untuk sampai di titik itu. Namun yang terpenting kamu harus tau bahwa tidak semua orang memiliki skill canggih satu ini, "Mampu berbahagia/ bersyukur karena hal kecil/ sederhana". Insyaa Allah kamu salah satu orangnya ya :)

Teruntuk kamu yang 'terlihat' sedang berbahagia;

Mungkin berada di posisimu juga bukan perkara mudah. Ada satu, dua atau bahkan mungkin banyak hal yang harus kamu korbankan untuk sampai di moment ini, dan hanya kamu yang tahu bagaimana rasanya. Pun mungkin itu bentuk apresiasi bagi diri setelah lelahnya berjuang, dan lagi-lagi hanya kamu yang paham betapa letihnya,

Ketidakpahaman mengenai proses bertumbuhmu, kadang membuat orang lain harus mengeluarkan ekstra tenaga agar dapat lebih berempati dengan secuil moment pencapaian yang mereka lihat, yang mungkin kontras dengan keadaan mereka sekarang.

Kalo kata Kuniawan Gunadi, "Kadang, kita lupa kalau garis hidup kita bersinggungan dengan begitu banyak garis hidup yang lain. Mungkin kita gak kenal sama orangnya, tapi apa yang kita lakukan menjadi sebab Ia kufur nikmat".

Terakhir, lagi-lagi ada skill canggih yang mungkin tidak sembarang orang mampu untuk melakukannya, yaitu "Berusaha hadir secara utuh untuk menikmati moment bahagia bersama orang-orang tersayang di dunia nyata". Insyaa Allah kamu salah satu orangnya ya :)

Tuesday, December 29, 2020

Deep Discussion Before Married

Tak kenal maka tak sayang, lebih tepatnya tak kenal maka tak yaqien dong buat mengajak ke pelaminan. Terus gimana caranya biar yakin, mantap dan teguh saat membuat keputusan bahwa "he/ she is the one?". Tentu saja dengan diskusi mengenai banyak hal, mulai dari value masing-masing sampai harapan kedepannya nanti ingin seperti apa.

Sebelum ngelist daftar pertanyaan buat diskusi bareng si Calon, semua bahan diskusi ini didapatkan dari resume-resume seminar pra-nikah, bertanya ke beberapa teman diskusi dan coba gali sendiri sesuai dengan kebutuhan diskusi kami saat itu. Jadi bagi teman-teman yang sekarang sedang membaca, mungkin ada beberapa pertanyaan yang sifatnya opsional karena semua kembali lagi ke kebutuhan masing-masing pasangan. Semoga list pertanyaan ini bisa membantu kamu buat lebih kenal dengan pasangan dan kedepannya bisa meminimalisir "kekagetan" ketika sudah naik level saat menjadi pasangan halal.

Selain itu agar informasi semakin objektif dan valid, ada beberapa narasumber yang disarankan untuk juga diwawancarai:

Bahan diskusi langsung dengan Calon

Bertujuan untuk saling share sudut pandang, value, cara berpikir dan win-win solution jika dirasa ada hal yang bersebrangan. Hal yang harus dibold adalah semua pertanyaan harus dijawab dengan konkret dan firm.

  1. Setelah menikah, harapan Suami terhadap aktifitas Istri seperti apa? (Bekerja di luar/ usaha dari rumah/ full IRT, dll).
  2. Setelah menikah, manajemen keuangan seperti apa? Siapa yang pegang uang? (Full Istri/ full Suami/ masing-masing jika keduanya bekerja, dll).
  3. Siapa yang cover kebutuhan finansial keluarga? (Full Suami/ berdua/ Full Istri, dll).
  4. Setelah menikah, tinggal dimana dan apakah akan mandiri/ bareng anggota keluarga lain? (Kost/ Kontrakan/ Apartment/ Rumah sendiri/ Rumah Ortu).
  5. Setelah menikah, langsung promil atau menunda? Jika menunda menggunakan KB apa?
  6. Setelah menikah, berencana punya anak berapa dan jarak usia antar anak berapa lama?
  7. Rencana dan harapan masing-masing mengenai ASI eksklusif bagi anak.
  8. Batas privacy antara Suami Istri? (Handphone, medsos, password atm/ mobile banking, dll).
  9. Pola asuh orangtua masing-masing (akan menggambarkan bagaimana pola asuh si Calon ke anak nanti, gaya komunikasi dengan pasangan & anak, cara menyelesaikan masalah, menggali potensi anak, dll).
  10. Rencana pola pengasuhan pada anak kedepannya.
  11. Kondisi kesehatan masing-masing terkait kondisi fisik dan penyakit turunan.
  12. Orientasi seksual (tabu tapi penting, melihat teman sendiri ada yang miss disini ketika proses taaruf dan ternyata mantan suaminya memiliki orientasi menyimpang).
  13. Penggunaan asuransi setelah menikah.
  14. Terkait usia dan jika sudah memiliki anak. Jika keduanya tidak berkesempatan mendampingi (meninggal), anak akan diasuh oleh orangtua dari pihak siapa?
  15. Rencana masing-masing dalam 5-10 tahun kedepan.
  16. Harapan mengenai pelaksanaan acara pernikahan dari sudut pandang anak & orangtua.
  17. Terkait dengan kepemilikan hutang dari si Calon maupun anggota keluarganya.
  18. Rencana menabung/ investasi setelah menikah.
Informasi via tukar CV
Bermanfaat jika pihak masing-masing orangtua tidak tinggal di daerah yang sama. Sehingga harapannya dapat memberikan informasi yang lebih detail, jelas dan minim miss informasi di awal proses perkenalan.




List pertanyaan untuk orangtua dan sahabat dekat si Calon
Bisa ditanyakan ke orangtua dan saudara, juga sahabat lama dan teman satu kamar di kost dari si Calon jika ada. Bermanfaat untuk menggali informasi yang lebih objektif karena cenderung lebih apa adanya tanpa berusaha membangun branding positif berlebihan.
  1. Terkait kesukaan si Calon (hobi, makanan, dll).
  2. Hal yang tidak disukai si Calon (mengenai apapun).
  3. Bagaimana perilaku si Calon ketika sedang marah.
  4. Kebiasaan baik si Calon.
  5. Kebiasaan buruk si Calon.
  6. Selebihnya bisa diimprove sesuai kebutuhan.
All right, done. Semoga beberapa list pertanyaan diatas bisa memudahkan teman-teman yang sedang berusaha untuk menemukan pasangan halalnya. Penting untuk mengenal dengan dalam sebelum lebih jauh melangkah. Karena selain sayang waktu dan tenaga buat spend time dengan orang yang salah nantinya, gak seru juga lah mau nikah tapi cuma kenal "kulit-kulitnya" doang. Masa lebih deep wawancara kerja yang pasti gak akan seumur hidup juga kita dijalani?

Juga akan lebih mengurangi PR-PR di kehidupan pernikahan nantinya jika kita sudah bisa cut hal-hal yang dirasa kurang sesuai dengan pasangan. Pun jika menemukan ada yang bersebrangan dan memutuskan buat tetap accept hal tersebut sejak sebelum menikah, gak akan bikin kaget-kaget banget juga jadinya nanti karna resiko dan antisipasinya sudah bisa dipersiapkan. It'll be better if you know earlier because you still have chance to leave before you guys go too far.

Hal terakhir, ini personal value sebenernya. Saya tipikal orang yang gak akan mau berkompromi dengan hal-hal urgent yang sifatnya belum pasti. Misal, saya sangat anti dengan rokok, kemudian jika dipertemukan dengan calon yang merokok dan berjanji akan berhenti merokok jika nanti sudah menikah/ memiliki anak, that's still a BIG NO. Lagi-lagi, tujuan dari ngobrol mendalam sebelum nikah adalah juga untuk memaksimalkan waktu nanti agar bisa digunakan sebaik-baiknya dalam proses saling bertumbuh bersama. Bukan untuk menyelesaikan PR-PR a.k.a masalah yang padahal bisa dihindari sejak fase pra-nikah. Gausah takut untuk melepas, must be confident you deserve someone better insyaa Allah. Dengan catatan jangan lupa buat terus upgrade kualitas diri agar kamu bisa menarik bagi dia yang juga sedang berusaha melakukan hal sama :)

Monday, November 16, 2020

Becoming a Wife, will become a Mom

Long time no write here..

Sungguh banyak pengalaman dan pembelajaran baru yang hadir selama 1 tahun kebelakang; mengikhlaskan perpisahan, haru biru karna tak lagi akan rutin berjumpa. Namun juga senyum & tawa karna akan mengucapkan halo pada banyak hal baru di depan. Ending will always lead you to a new beginning.

Need to say good bye dengan teman2 & anak di tempat kerja. Selain karna memang sudah berniat akan jadi full time mom nantinya at least sampai anak lewat 5 tahun, juga dengan pengalaman 'main' dengan anak2 special disana dirasa cukup beresiko jika diberikan kesempatan Allah Swt. untuk mengandung. Pun dengan teman2 di komunitas, yang sudah banyak memfasilitasi diri ini untuk banyak tumbuh dan belajar selama 5 tahun disana. Akhirnya menyadari bahwa diri ini memang sudah harus menyusun ulang skala prioritas untuk nanti di kehidupan setelah pernikahan.

Selama persiapan pra nikah, sungguh merasa Allah Swt. memberikan banyak kemudahan. Mulai dari waktu luang pulang kerja yang bisa dipakai buat datang ke vendor2 pernikahan, merasa simpel dalam memilih vendor2 yang cepet cocoknya, sampai punya temen2 & keluarga yang super support dan akhirnya bisa pengaruh dalam minimalisir budget. Tapi bukan berarti gak ada challange sama sekali, tentu ada tapi lebih ke belajar untuk mengenal diri sendiri lebih jauh. Apakah diri ini sudah bisa menurunkan ego atau masih coba2 cari alasan or data untuk mendukung keidealisan diri. 

Ada 2 pembelajaran yang paling terpatri selama proses menuju pernikahan kemarin;

Pertama, selalu coba menyamakan persepsi atau berusaha konfirmasi terkait informasi/ asumsi (asumsi adalah bahaya haha) jika ada yang dirasa kurang sreg atau bikin gak nyaman dengan calon pasangan. Sebelum meneruskan info/ asumsi tersebut ke pihak keluarga masing2. Karna itu cara yang paling gampang buat merenggangkan hubungan antar 2 keluarga.

Kedua, isunya lebih ke ego. Khususnya ego diri sendiri, dan personally ini yang paling susah buat ditaklukan karna harus bener2 mikir dengan netral dan tentu mendalam. Idealis diri kemarin adalah mengenai tempat tinggal yang sangat diusahakan harus cuma berdua. Dengan latar belakang data yakni, "Awal nikah akan butuh waktu untuk kenalan dan adaptasi, gak menutup kemungkinan pasti ada konflik yang muncul. Aku gak mau kemudian ada orang lain yang tau kalo kita lagi berkonflik dan bikin vibes kurang positif di rumah. Ruang gerak juga jadi lebih terbatas, pacaran kan gak cuma di kamar. Misal rejeki langsung punya anak, khawatir belum maksimal memberikan kasih sayang ke suami karna kalo udah punya anak pasti akan sangat terbagi fokus dan intensitas qtimenya. I mean like misal udah nikah 2 tahun, akan lebih ideal buat kita masing2 jika memang gak bisa berdua lagi aja di rumah. Karna udah lebih saling kenal & lebih maksimal qtimenya di awal nikah."

In the end setelah coba cari sudut pandang lain dari beberapa teman yang sudah terjun duluan, ternyata sadar kalo semua argumen tadi emang totally cuma ego diri sendiri. Gak kepikiran kalo ada di posisi Mama (ibu Mas Don). Anak perempuan satu2nya gak pernah pisah jauh, tau2 mau merantau kuliah di Jakarta. Satu kota sama kakaknya tapi gak boleh tinggal bareng biar lebih aman. Juga baru lebih ngeh pasti Dini (adik Mas Don) akan lebih kondusif kalo ada problem atau challange dari luar karna ada kita berdua yang bisa kasih sudut pandang lebih matang, dibanding nanya temen atau sendirian di kosan yang belom tentu bisa kasih solusi. Pas nyadar ternyata diri ini masih gede egonya, cuma bisa coba menerima sambil tersedu2, ternyata aku belum cukup baik selama ini. Huhu.

Selanjutnya mengenai kehidupan pasca nikah, wow sungguh terguyur banyak pelajaran baru. Khususnya mengenai habit diri sendiri yang cukup tertantang di awal dengan proses transisinya. Mungkin kalo dari sebelum nikah udah punya kebiasaan hectic di rumah, gak akan ada challange berarti. Tapi nyatanya karna sebelum nikah kalo pulang kerja langsung introvert time di kamar, sesibuk2nya paling nyiapin bekel sendiri tiap pagi sama nyapu ngepel kadang2, nyuci baju2 gede taro laundry kiloan. Tiap hari tinggal makan karna ada Mba Supri yang udah masak. Weekend kalo lagi gak keluar, tentu saja totalitas leyeh2. Dan.. sungguh kaget dong karna ternyata 2 minggu awal nikah ngerasa istirahat itu cuma saat sholat, mandi, tidur dan di tempat kerja wkwk. Malah pernah gak sengaja alam bawah berlisan "Alhamdulillah.," pas duduk di motor mau berangkat kerja bareng Mas Don haha, harusnya kan pas udah nyampe.. Jadi mayu aku :3

Tapi seiring berjalannya waktu, bener2 bisa terbiasa ternyata. Walau awal2 pernah beberapa kali meneteskan air mata karna ngerasa capek abis masak. Wqwq lawak parah.. Tapi karna Mas Don itu super peka gak cuma tentang cuaca tapi juga perasaan orang, jadi gak perlu banyak effort buat speak up dan merasa didengarkan. Lagi muka datar aja suka dikira lagi kenapa2, padahal emang template komuknya gini :p

Now let's talk about sensitive question after marriage, "Udah isi belom?"

Kenapa bisa sensitif? Tadinya sebelum nikah cuma tau & paham, tapi gak tau dengan detail gimana sih rasanya kalo ditanya gitu. Seberat itukah rasanya? And the answer is, "Yes, indeed".  Terlepas apapun alasan nanya, either emang peduli atau cuma mau tau. It's still not appropriate to ask. Kita gak pernah tau gimana cerita dan perasaan orang yang ditanya. They also confuse and don't know what to answer, dan yang pasti feel worry about their body. Is there something wrong with me? And suddenly you help them to remember about it, again and again.

Alhamdulillah ayah, ibu, keluarga besar dari aku & Mas Don gak ada yang model rese suka nanya2, we understand that each of us has our own privacy. Pun sempet ada temen 2 orang yang nanya, yang mana akhirnya berujung pada teguran halus dari aku. Diikuti dengan kabar baik setelahnya. Entah sih, ngerasa habit semacam ini perlu dibasmi karna selain gak baik buat kesehatan mental juga bikin hubungan yang tadinya baik jadi gak se-respect sebelumnya. Pengalaman sendiri yang sempet belum rejeki di 3 bulan awal, sempet kepikiran 'Kenapa ya? Apa karna aku obese, apa ini apa itu.' Tapi berhub agak cuek orangnya, lepas bulan pertama udah lebih let it go dan ikhlas dengan apapun yang mau Allah Swt. berikan. Toh juga baca2 referensi, we need to worry if we passed 1 year already. Dan ternyata, rencana Allah Swt. memang selalu yang paling ideal :)

Ngomong2 mengenai persiapan punya anak pertama, hmm sebenarnya masih merasa kurang maksimal di area kondisi fisik karna belum rajin banget work out di rumah. Walaupun setiap visit obgyn selalu normal dan aman. Well, akhir bulan ini sudah bertekad menjadi batas waktu akhir buat mager work out. Sejauh ini persiapan yang paling seru adalah... bikin jadwal harian anak yang menurutku udah cukup efisien & maksimal buat nanti, khususnya kalo lagi ada waktu luang. Karna sejauh mengenal diri sendiri ini adalah model yang akan lebih rajin dan semangat kalo punya jadwal kegiatan yang rapih & detail.


Insyaa Allah kalo diniatin dengan rapih, nanti bisa lebih maksimal dampaknya ke perkembangan anak, khususnya di fase golden age si anak juga nanti. Oiya, ini juga salah satu bentuk ikhtiar biar anak bener2 gak terpapar screen time dari gadget at least sampai usianya 2 tahun (kalo bisa sebenernya mau sampe 5 tahun haha). We'll see gimana eksekusinya nanti. Semoga kalo sudah paham urgensi dan manfaat tiap stimulus positif untuk anak, bisa lebih gigih dan rajin buat terus main & belajar bareng anak nantinya. Aamiin..

Last one, kisah cerita selama masa kehamilan.. Alhamdulillah gak ada tantangan yang cukup berarti sejauh ini seperti keluhan2 kehamilan pada umumnya, semuanya terasa sangat lancar dan dimudahkan. Gak ada morning sickness, muka jerawatan, gerah, nyeri2 badan, dll. Tiap cek dokter juga selalu baik kondisinya, dokternya bilang emang ada beberapa kehamilan yang gak punya keluhan apa2. Jadi harapannya ketika nanti sudah lebih serius work out dan belajar nafas, di hari H semua bisa dimudahkan pula agar semua prosesnya bisa sesuai harapan. 

Terima kasih banyak buat suamiku paling kusayang. Karna udah selalu jagain kita, make sure aku senang & selalu berhasil buat aku ketawa2 terus di rumah. We both feel so grateful to have you ❤😘

Wednesday, June 13, 2018

3 Hal

Seiring bertambahnya usia dan tanggung jawab, semakin banyak kesempatan yang Allah hadirkan agar ku mampu memperbaiki diri dan terus bertumbuh. Diri ini pun mengilhami bahwa kekurangan akan selalu hadir membersamai tiap langkah yang kini sedang diperjuangkan. Orang tua, sahabat hingga orang asing yang tidak dikenal namanya-pun hadir sebagai sosok-sosok yang Allah kirimkan bagi diri ini sebagai bentuk tanda kasih sayangNya, sebagai pengingat ketika lalai orang-orang bijak menyebutnya.

Bersama dengan langkah kaki yang sedang berpijak pada anak tangga baru, pertemuan dengan sosok baru yang siap memberikan warna baru bagi hidup tentu akan menjadi hal yang tidak terbantahkan akan kenikmatan prosesnya. Pertanyaan yang tak kunjung henti saat bercengkrama dengan rekan sekelas di perjumpaan pertama mata kuliah magister, rasa gugup yang hadir sesaat setelah nama dosen pembimbing tesis diumumkan, hingga pertemuan bersama teman hidup sedunia sesurgaNya yang tentu akan menghadirkan banyak kecanggungan dan ungkapan kebahagiaan dalam hati yang tak akan pernah berujung.

Hadirmu, teguranmu, mampu menyadarkan diri ini yang nyatanya belum berhasil memberikan usaha terbaik selama berjuang. Namun, terkhusus untukmu yang akan menjadi teman hidupku, teman hidup yang akan menemaniku dalam menjalani sisa usia hingga kelak bertemu kembali di surgaNya, maukah kau selalu menyampaikan 3 hal yang harus aku perbaiki dari proses belajarku setiap hari nanti sebelum mata kita terpejam di malam hari?

KarenaNya kita dipertemukan,
Juga karenaNya ku ingin menjadi pembelajar terbaik bagimu,
Seorang pembelajar yang mungkin akan engkau panggil dengan sebutan.. Istri.

Friday, December 29, 2017

Wednesday, May 31, 2017

Pare Fellowship: Ramadhan Kareem

Pare (Kediri), Ramadhan 2016.

Ini adalah kali pertama aku menghabiskan hari-hari selama bulan puasa di luar Jakarta. Tidak ada buka puasa bersama teman-teman atau kerabat di Jakarta, sahur bersama orangtua, ataupun melahap lontong oncom bersama bumbu kacang kesukaan ketika berbuka. Dibalik banyak hal menyenangkan yang harus aku tinggalkan, Ramadhan kali ini tetap memberikan kesan dan pelajaran mendalam dibandingkan dengan bulan Ramadhan sebelumnya. 

Waktu berpuasa terasa semakin cepat berlalu ketika aku banyak menghabiskan waktu bersama teman-teman di kelas hingga hampir setiap hari berbuka puasa bersama. Begitupula Daniel dan Lily yang secara tidak langsung jadi ikut berpuasa dan aktif memberikan ide tempat berbuka karena sangat jarangnya warung makan yang menjajankan makanannya di siang hari. 

Terkadang jika dompet sedang tidak bersahabat, aku akan mengayuh sepeda ke Masjid di Jalan Brawijaya demi berbuka puasa gratis pada hari itu. Di waktu menyenangkan masa awal bulan, aku sering mendapatkan 'kotakan' di Masjid Jalan Anggrek saat berniat ingin melaksanakan sholat Tarawih disana setelah berbuka bersama teman-teman. Itupun karena tak sengaja bertemu Imam, teman sekelasku ketika di lembaga sebelumnya yang memang rajin menghabiskan waktu di masjid tersebut, entah untuk beribadah ataupun menggantikan adzan dan iqamat Marbot dengan suara merdunya.

Ah.. betapa menyenangkannya masa itu, aku sudah lebih canggih beradaptasi dengan banyaknya tugas harian, selain karena waktu di kelas juga lebih banyak dihabiskan untuk skoring dan skoring selama 2 minggu terakhir. Namun, harus diakui pada awalnya aku tetap membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan bulan Ramadhan kali ini. 

Telah menyiapkan nasi dan ayam goreng serta memasang alarm untuk sahur di hari pertama berpuasa, aku tidak berhasil bangun karena baru tidur beberapa jam sebelumnya untuk menyelesaikan tugas. Tak jarang hal ini terjadi beberapa kali di minggu berikutnya. Dalam hati aku berpikir, "Oh.. jadi gini rasanya jadi anak rantau di bulan puasa.." kemudian terlintas ingatan tentang ibu yang suka berkali-kali membangunkanku sahur ketika di rumah.

Waktu terus berjalan, tak terasa kami mulai sibuk dengan percakapan mengenai persiapan memesan tiket pesawat atau kereta untuk pulang ke kampung halaman masing-masing. Wiwi dan Zul berencana untuk satu pesawat pulang ke Makassar sejak satu bulan sebelumnya, pun aku dan El yang mengganti jadwal tiket kereta karena jadwal libur dipercepat oleh lembaga, Daniel yang membarengi jadwal aku dan El untuk pulang ke Bandung agar dapat membayar angkutan ke Stasiun Kediri dengan harga lebih murah, Yunda yang pulang jauh lebih dulu ke Padang dan membuat aku sibuk dengan curhatannya beberapa hari sebelum ia berpamitan, berbeda dengan Lily yang terlihat tenang dengan persiapannya untuk kembali ke Semarang, hingga Fardan dan Arkam yang paling terakhir meninggalkan Pare sebelum mereka kembali lagi setelah lebaran untuk mengajar di lembaga bersama Lily.

Beberapa hari sebelum hari perpisahan, kami lebih banyak menghabiskan waktu bersama walaupun hanya untuk bercakap-cakap setelah sholat tarawih di salah satu warung makan. Selain karena tugas sudah semakin menipis, perjuangan selama 2 bulan terakhir telah berhasil membuat kami yang memiliki karakter berbeda-beda ini lebih mengenal satu sama lain, tentu juga merasa nyaman untuk menghabiskan waktu bersama.

Banyak kenangan berkesan yang aku alami dengan masing-masing para IELTS Catcher ini, sebutan bagi para murid yang mendalami IELTS di lembaga kami. Teringat akan Daniel, ia adalah orang pertama yang memberikan review pada tugas resume yang aku post di grup facebook lembaga. Aku tau pasti rasanya aneh untuk memberikan evaluasi pada resume artikel amburadul itu. Lain halnya dengan Zul yang membantu aku untuk memperbaiki rantai sepeda yang rusak setelah agenda kumpul ba'da tarawih. Walaupun tidak berhasil, ia bersedia menuntun sepedanya dan menemani aku untuk berjalan kaki hingga pertigaan ke Jalan Anggrek sebelum ia membawa sepedaku ke kostnya sedangkan aku membawa sepedanya, agar keesokan pagi aku dapat tepat waktu sampai di kelas mengingat kost Zul hanya berjarak ± 15 meter dari lembaga.

Jika membahas mengenai speaking, Wiwi adalah perempuan yang paling jago mengutarakan suaranya dengan lancar dan meyakinkan, selain Arkam yang terkenal dengan vocab lebainya atau Zul yang terkenal dengan julukan Mr. Idiom. Berbeda dengan Fardan yang menjadi orang pertama terlintas di pikiran ketika saat itu aku bingung akan satu hal terkait agama, terlebih karena teman di Jakarta tidak berhasil memberikan jawaban akan pertanyaanku saat itu. 

Mungkin jika ada kejuaraan lomba makan di kelas, Arkam akan menduduki juara pertama pada kategori laki-laki dan aku duduk sebagai pemenang di kategori perempuan. Aku sempat menjadi bahan bully setelah agenda berbuka puasa bersama di Warung Pak Gendut karena kejadian menawarkan nasi untuk Fardan. Saat itu aku berada di satu meja dengan Fardan, Zul dan El sedangkan teman-teman yang lain duduk di meja lain belakang kami karena ukuran meja yang tidak terlalu besar. Melihat Fardan memiliki badan paling kurus diantara anggota pria-pria yang lain, aku berinisiatif untuk memberikan setengah nasi aku kepadanya.
"Fardan, mau nasi gak nih? kebanyakan," kataku.
"Iya, makan aja dulu..".
"Yah keburu abis paling ntar."

Benar saja, sambal yang sudah habis di piring membuatku berinisiatif meminta sambal ke etalase depan untuk kemudian melanjutkan makan kembali. Penatnya skoring hari itu tak terasa membuatku menghabiskan nasi yang sebelumnya sempat ingin aku berikan, namun melihat sambal dan lauk yang masih lumayan banyak tersisa dipiring membuatku kembali berjalan menuju etalase untuk meminta nasi tambahan. Sambal Pak Gendut memang menjadi salah satu sambel kesukaanku terlebih jika dipadukan dengan nasi hangat.

Sayup-sayup suarapun mulai terdengar dari teman-teman ketika aku kembali ke meja, "Tadi Radita sok-sokan nawarin nasi ke Fardan, eeh malah dia nambah nasi sekarang. Hahahha". Disusul dengan pembelaan yang aku sampaikan agar mereka berhenti dengan aktifitas ledekannya. Jika Yunda dikenal sebagai laki-laki yang anti makan pakai kecap manis, Arkam dengan kelemahannya yang tidak mampu menghabiskan mie Jodes level 1, sedangkan aku menjadi dikenal sebagai perempuan dengan hobi makan paling banyak.
Daily bukber activity

(ki-ka Atas) Arkam, Fardan, Zul, Daniel
(ki-ka Bawah) El, Lily, Aku, Wiwi, Mr. Alam (Tutor reading terkeceh!)

Ba'da Tarawih Activity

Jakarta, Ramadhan 2017

Kembali ke Jakarta 3 hari sebelum lebaran, aku menjadi salah satu murid yang membutuhkan waktu lama untuk self study di rumah setelahnya. 1 bulan lebih meramu amunisi, aku akhirnya memutuskan untuk real test di bulan September menyusul beberapa teman yang telah berhasil lebih dulu mengantongi band IELTS mereka.

Tak disangka si kambing hitam kelas ini berhasil mendapat skor 7 untuk speaking. Jauh diluar ekspektasinya yang sudah merasa sangat beruntung jika memperoleh skor 6 untuk sesi paling mendebarkan itu. Mengagetkannya lagi, teman-teman lain yang dikenal memiliki kemampuan speaking jauh lebih baik, nyatanya belum diberikan kesempatan untuk mendapatkan skor serupa. Mungkin ini yang namanya keajaiban doa orangtua.

Tahun berganti, kami mulai sibuk untuk meraih mimpi selanjutnya yakni overseas scholarship. Sempat beberapa kali berdiskusi dengan Yunda via telpon untuk membahas essay, begitupula dengan intensitas chat dengan Wiwi yang memiliki keinginan serupa untuk mendaftarkan diri pada beasiswa pemerintah Korea Februari lalu. Saat bertemu Zul pada sesi interview open recruitment program volunteer, Zul menceritakan banyak kisah mengenai perjuangannya bersama Wiwi, Fardan dan Miss Nuni (Tutor) ketika mereka telah berhasil sampai pada tahap wawancara Beasiswa LPDP. Namun sayangnya mimpi untuk melanjutkan Master Abroad belum waktunya untuk diacc oleh Allah Swt.

Perlu disadari, masa-masa dahulu yang dirasa paling berat nyatanya 'gak ada apa-apanya' dibanding sekarang. Dulu, semua lebih mudah untuk dijalani ketika ada sosok-sosok yang dapat memotivasi untuk terus aktif dan produktif yakni para Tutor di lembaga. Sehingga mimpi kami untuk mendapatkan skor IELTS terbaik semakin mudah untuk diraih. Nyatanya sekarang saat berada pada kondisi 'berdiri sendiri' untuk mencari beasiswa, hal itu ternyata gak sesimple kelihatannya. Hanya diri sendiri yang dapat menjadi sumber motivasi untuk terus semangat bangun dari kegagalan dan penolakan, pun juga tak henti mencari informasi dan referensi demi melatih kemampuan menulis ataupun berbicara saat wawancara.

Waktu yang terus berjalan membuatku paham, bahwa ketika sedang merasa pada posisi berat ataupun sulit, ternyata itu hanya bagian dari salah satu langkah naik sebuah anak tangga. Karena nyatanya masih banyak anak tangga yang harus aku pijak, namun sudah bermodalkan kekuatan yang lebih besar setelah belajar dari beberapa anak tangga sebelumnya .

Tuesday, May 30, 2017

Pare Fellowship: Burnout!

________________________________________________
burn·out
/ˈbərnˌout/
noun
physical or mental collapse caused by overwork or stress.
________________________________________________


Pare (Kediri), Juni 2016.

Hampir satu bulan berjuang hingga gumoh writing bersama di kelas dan kost masing-masing, namanya juga baru lepas dari fase anak muda.. jiwa-jiwa anti terkekang mulai naik ke permukaan. Berhubung ada moment yang tepat yaitu sebelum memasuki bulan Ramadhan, kami memutuskan untuk jalan-jalan bareng! Setelah berdiskusi akhirnya Malang terpilih sebagai destinasi tujuan, yakni pantai 3 Warna yang dikenal sebagai salah satu pantai tercantik di Malang.

Pada saat itu sebenarnya kami masih belum mengetahui apakah akan ada hari libur ketika transisi untuk masuk ke kelas IELTS level selanjutnya. But, just take a risk! Ciri khas anak muda yang independen dengan alasan butuh refreshing setelah tugas bejibun. Hari semakin dekat menuju akhir pertemuan kelas bulan itu, para murid laki-laki berhasil melobby Mr. Irham (tutor paling baik) agar kita gak ditugaskan untuk menyusun naskah speaking pada hari libur nanti. Karena ternyata kami memperoleh 1 hari libur tambahan yaitu Jum'at, terlebih ternyata Mr. Irham juga ingin menghabiskan waktu di Malang bersama temannya walaupun sebelumnya kami sempet mengajak beliau untuk gabung. Tutor yang paling pengertian!

Namun.. Tutor lain yang memang dikenal strict abis dengan peraturan, tetap memberikan kami 8 judul writing task di Kamis sore dan harus dikumpul tepat pada Minggu pagi. Sayangnya, tidak ada dari kami yang mampu berkata bahwa sebenarnya terdapat rencana ngebolang khas anak muda beberapa hari kedepan.. misteri. Kami pun saling mengingatkan agar tidak ada yang update foto jalan-jalan di facebook demi merahasiakan misi ini dari Mr. Tutor. Setelah berdiskusi dengan temen-temen untuk mencari cara agar tetap dapat mengumpulkan tugas dan juga jalan-jalan, terungkaplah trik-trik licik browsing yang disampaikan dengan guyonan oleh Fardan dan Arkam hingga berkolaborasi untuk mengparaphrase essay 'partner in crime' dari El dan Wiwi. Sayangnya kami tidak berhasil menemukan jalan tengah kecuali mengorbankan salah satunya, tugas atau jalan-jalan.

Due to burnout which was obtained, absolutely we chose Malang Vacation! The power of strenghten each other, karena kalo dihukumpun pasti bareng-bareng :'D


Setelah membagi tugas antara konsumsi (perempuan), tenda dan sewa mobil (laki-laki), Yunda sudah standby memimpin kami di balik kemudi mobil untuk otw pada Kamis malam. Sempat transit untuk makan tengah malam di Alun-alun Batu bersama udara dingin khas Malang, kami sampai di Pantai Gatra pukul 3 pagi.  Karena jumlah pengunjung pantai 3 Warna dibatasi dan sampai detik itu kami belum dapet konfimasi booking, keputusan jatuh pada Pantai Gatra yang berlokasi tepat di sebelahnya agar kami dapat sejenak mengumpulkan kembali energi yang hilang diperjalanan. Sesampainya disana, kita berdelapan langsung mendirikan tenda untuk beristirahat. Pagi pun tiba, betapa senangnya saat itu akhirnya bisa lepas sementara dari aktifitas ketik mengetik. Semua lari ke pantai!!
(ki-ka) El, Wiwi, Yunda, Aku.
Fardan, Arkam.
(ki-ka) Yunda, Arkam, Wiwi, Aku.
Zul, Fardan.
Mie instant 3 hari full hahaha
Captured by Tyo.
Zul ngerequest hahaha

Pengalaman paling tak terlupakan saat kami menjelajah Pantai Gatra adalah ketika Tyo menyewa sebuah kano! Setelah ia puas mendayung layaknya Atlet Olimpiade, semua diminta untuk ikut mencoba. El sempat khawatir jika kano akan terbalik setelah melewati bibir pantai karna ketidakmampuannya untuk berenang, namun akhirnya ia berani coba dan semua baik-baik saja. Zul terlihat lihai karena berhasil melewati ombak pertama tanpa terpisah dari kano pada percobaan pertama, Berbeda dengan aku yang membutuhkan tiga kali jatuh sebelum melewati ombak pertama dan keasyikan mendayung terlalu jauh hingga terbalik entah setelah melewati berapa ombak. Sayangnya postur tubuh yang kurang mendukung membuatku tak dapat kembali naik ke atas kano tanpa bantuan memijakkan kaki di daratan. Alhasil Bapak pemilik kano harus menjemputku untuk menarik kano, bersama diriku yang berenang dengan berpegang pada tepinya. 

Matahari sudah tepat berada di atas ubun-ubun kami, saat itu konfirmasi masih belum diberikan oleh pengelola pantai agar kami dapat merasakan keindahan Pantai 3 Warna. Karena telah berkunjung kesana satu bulan sebelumnya, ku sadar bahwa Pantai 3 Warna memiliki pasir yang lebih halus dan putih dibanding sahabat karibnya ini, tentu dengan tebing yang dapat dipanjat dari balik semak hijau. 

Akhirnya kami searching untuk mencari spot pantai lain di area Malang, beberapa menit setelahnya kami memutuskan untuk segera bersiap untuk pindah ke Pantai Bale Kambang setelah sholat Ashar. Kembali berjibaku dengan klakson jalan, kami sampai sekitar pukul 8 malam. Kembali mendirikan tenda, dilanjutkan bermain truth or dare yang berhasil mengungkap banyak cerita tak terkira dan ditutup dengan beristirahat di tenda masing-masing, terkecuali Yunda yang memilih tidur di mobil. 


Karena hanya membawa sedikit perbekalan pakaian, hanya Tyo sang Atlet yang terlihat menerpa ombak pada pagi hari. Selain karna pantai yang sangat ramai, masih hangatnya euforia kecantikan Pantai Gatra  yang jauh melebihi Pantai Bale Kambang membuatku enggan untuk basah-basahan. Namun jembatan dan pura yang serupa dengan salah satu Pantai khas Bali membuat langkah kaki kami bergerak menuju kesana tanpa banyak diskusi.


Sedang asyik melahap ikan bakar di salah satu kedai, ternyata tenda kami ambruk terkena pasang ombak. Menjadi satu-satunya orang yang tahu akan hal itu, tenaga dalam Pelari Sprint tiba-tiba muncul pada kaki ini untuk segera bergegas memanggil teman-teman yang lain. Untungnya saat itu tenda dan tas-tas kami yang berada di dalamnya tidak terbawa oleh ombak dadakan itu. Alhasil kami harus menjemur tenda terlebih dahulu sebelum siangnya kembali menancapkan gas menuju kehidupan nyata, Pare. 

Selama perjalanan, candaan seputar tugas yang belum dikerjakan tak berhenti membuat ledakan tawa satu mobil. Namun begitu, kami tetap tidak tenang karena terus memeriksa website tempat post tugas, apakah Daniel dan Lily yang tidak bergabung tetep mengumpulkan tugas kontroversi tersebut. Ternyata hanya Lily yang sempet menguploadnya di Minggu siang, itupun tak rampung karna dia sedang menghadiri acara kerabatnya dan pulang ke Semarang. Begitupula Daniel, Ia tidak mengumpulkan karna sedang dalam kondisi kurang sehat.

Sesampainya di Pare pada Minggu sore, bener aja ternyata.. Mr. Tutor mencari Fardan dan Arkam ke camp mereka saat menyadari ada banyak anak murid yang membangkang hari itu. Hari Senin tiba, Mr. Tutor ngamuk-ngamuk di kelas. Kabar tersebut aku peroleh dari El karena baru terbangun pukul 7 lebih setelah berusaha menyelesaikan 8 task writing tercinta di malam sebelumnya, tentu aku memutuskan untuk tidak mencari tambahan masalah lagi hari itu. Setelah selesai mendengar wejangan menyayat hati hingga pukul 9, hari itu murid sekelas diminta untuk pulang walaupun itu adalah hari terakhir kelas kami bersama Mr. Irham.


Entah, mungkin karena tidak merasakan secara live tragedi omelan hari itu, tidak ada rasa sesal yang muncul sedikitpun atas perilaku agak 'bandel' pada akhir bulan pertama belajar IELTS di lembaga tersebut. Toh, gak sehat pula kan selalu non-stop berada di kondisi under pressureSometimes we need to break in order to increase our next performance :)
#SalamBandel